Posts tagged alam

Selamat Hari Ibu Untuk Ibu Pertiwi

“kulihat Ibu Pertiwi sedang bersusah hati…”

sepenggal syair lagu yang kita kenal dari kita kecil bukan? pernakah kita bertanya kenapa Ibu menangis? dalam beberapa tulisan teman-teman dikatakan adalah pantang membuat Ibu menangis. Apa yang terjadi gerangan? Momen hari ibu ini kita coba merefleksikan diri melihat perbuatan-perbuatan kita pada Ibu Pertiwi, terutama yang membuat Ibu menangis.

Ibu menangis melihat kita menjarah hutan di nusantara. Perusakan hutan di Indonesia memang turun dari 2,83 juta hektar per tahun menjadi 1,08 juta ha per tahun. Namun tetap saja 1,08 juta ha merupakan angka yang sangat besar. Bayangkan 1,08 JUTA ha. Penyebabnya antara lain karena

1. Sisi Ekonomi masyarakat Indonesia

Kepentingan ekonomi masih lebih dominan perannya dari pada pengembangan jangka panjang kepentingan pelestarian ekologi. Eksploitasi sumber daya alam sampai sekarang dirasakan cara yang paling mudah dan murah dalam mendapatkan uang. Pemahaman tentang dampak-dampak eksploitasi hutan secara berlebihan belum cukup diketahui.

2. Penegakan hukum yang lemah

Penegakan hukum untuk perusakan hutan di Indonesia secara umum hanya menyentuh orang-orang lapangan yang adalah orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sedangkan orang-orang yang mendanai dan pelaku dibalik itu tidak tersentuh.

3. Mentalitas masyarakat Indonesia

Pemahaman bahwa kita adalah manusia, satu-satunya mahluk yang berakal budi membuat kita menjadi superior di hadapan alam. Dalam posisi ini terkadang ada pemahaman salah yang secara tidak langsung memberiakn kita Ijin bahwa kita pantas menguasai dan mengeksploitasi hutan.

Ibu Pertiwi menangis melihat kita anak-anaknya bekelakuan seperti ini. Sadarilah itu.

Comments (84) »

Sendirian di Puncak G. Sindoro

Bulan Maret lalu tanggal 27 saya dan ketiga teman saya berangkat ke Desa Kledung yang berada pada apitan Gunung Sindoro dan Sumbing. Sekitar pukul 17.00 kami memacu sepeda motor kami dari Solo dan kurang lebih pukul 20.00 kami sampai di Base Camp Gunung Sindoro di Desa Kledung tadi. Setelah  beristirahat 15 menit, kami memeriksa barang-barang bawaan kami. Semuanya dilakukan dengan penuh canda tawa, kami belum menyadari apa yang akan terjadi pada kami nantinya. Nah setelah semuanya beres pendakian pun dimulai. Satu jam pertama sungguh membosankan karena melewati jalan setapak penduduk setempat yang menurut kami “kurang garang” hehehe. Setelah  diujung jalan setapak tersebut kami beristirahat sebentar. Barulah dimulai trek-trek yang sesungguhnya. Dengan kegelapan malam yang menyelimuti kami semakin menyusahkan mencari jalan bagus. Treknya berpasir dan berlumpur karena hujan sore tadi, begitu kata penduduk setempat. Beberapa kali kami terpeleset tapi tidak menyurutkan semangat kami. Sepanjang jalan yang terdengar hanya bunyi nafas kami yang berhembus keras. Tepat pukul 01.00 dinihari kami memutuskan nge-camp dulu, beristirahat supaya besoknya punya tenaga lagi. Setelah membuat doom kami memasak beberapa logistik yang kami bawa, lumayan kenyang..hehehe.

Pagi sekitar jam 09.00 kami bangun, masak lagi, makan, membongkar doom, memungut sampah bekas logistik kami lalu kembali pada jalur pendakian. Kami semangat sekali pagi itu. Sekitar dua atau tiga jam kemudian mulai lah kami mengeluh…hehehe, kok belum sampai juga…hehehe. Perjalanan semakin terasa berat. Dapat trek datar barang semeter saja sudah membuat kami senang bukan kepalang. Parahnya lagi sekitar jam dua hujan mulai turun. Trek yang tadinya terus menanjak, kini mulai ditambah pasir dan aliran air seperti sungai kecil, semakin menyusahkan saja. Ditambah mantel yang kami pakai menyulitkan untuk melangkah. Kami tidak menyerah. Pendakian terus dilakukan. Sejam kemudian hujan mulai reda, tinggal rintik-rintik kecil saja. Herannya walaupun sudah memakai mantel, pakaian kami tetap saja basah kuyup, untunglah tas carrier kami tidak basah-basah amat. Trek yang kami lalui juga semakin menanjak, beberapa kali kami harus memanjat trek batu tersebut karena beratnya beban yang kami pikul. Selama perjalanan setelah hujan redah itu, yang menyulitkan adalah kilat yang menyambar-nyambar. Beberapa kali kilat menyambar hanya sekitar tiga atau empat meter dari tempat kami. Sekitar jam empat, teman-teman memutuskan untuk nge-camp lagi karena ada salah satu teman kami yang sudah sangat kedinginan. Setelah mencari tempat yang bagus dan aman, kami membuat doom lagi. Setelah itu kami mengganti pakaian kami yang basah kuyup lalu berbaring sejenak. Saat berbaring, ada sesuatu yang mengganjal dalam diri saya. Dalam hati saya terus ada suara yang mengejek katanya ” masa segini aja udah nyerah. Targetnya mana?”. Tanpa pikir panjang, saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan sendirian. Teman-teman berusaha keras mencegah saya. Tapi tekad saya sudah bulat. Akhirnya saya melakukan pendakian ke puncak sendirian. Waktu itu jam lima sore. Saya dibekali tiga bungkus mie, senter, mantel untuk membuat bivak sederhana, SB, dan korek api. Dengan penuh semangat saya terus menjejakan kaki di trek yang semakin sulit. Sekitar satu jam kemudian………saya sampai teman-teman. Rasanya puas dan nikmat sekali.

Setelah berfoto-foto sebentar, saya mengelilingi kawah mencari pendaki-pendaki lain…ternyata…ya ampun tak ada satu pun pendaki lain selain saya di puncak. Timbul ketakutan dalam hati saya. Rasanya badan sudah tidak sanggup lagi untuk turun lagi ke tempat teman-teman nge-camp. Segera saya mengumpulkan kayu bakar dan membuat bivak dari mantel. Ketika akan membakar kayu-kayu yang saya kumpulkan, korek api yang saya bawa ternyata basah, lagi pula kayunya juga basah. Terpaksa saya harus gelap-gelapan di puncak sendirian. Malam itu merupakan malam terpanjang untuk saya. Pukul 19.00 saya sudah berbaring di dalam bivak. Saya berusaha keras untuk tertidur, tapi sungguh tidak bisa. Suara-suara malam selalu mengusik saya, desir angin, binatang malam, dan entah bunyi-bunyian apa lagi. Ku daraskan doa setiap waktunya. Sekitar pukul 22.00 hujan turun lagi. Bivak yang saya buat tidak cukup kuat menahan curahan air hujan, tapi untunglah masih dapat menjadi tempat belindung yang aman untuk saya. Setelah hujan reda, sekitar jam setengah sebelas, saya keluar dari bivak untuk memperbaikinya. Gelap, sungguh gelap. Bintang sama sekali tidak kelihatan tertutup awan gelap. Untunglah malam itu tidak terjadi apa-apa. Pagi hari tiba dan saya pun berdoa mengucap syukur dan berterimakasih pada alam.

Pukul 06.00 saya turun dari puncak menuju ke tempat teman-teman. Mereka sangat senang melihat saya kembali dengan selamat. Sekarang gantian saya yang menjaga doom dan mereka yang ke puncak.

Inti dari cerita ini adalah jika kita hormat pada alam maka alampun akan menjaga dan mencintai kita.

Pulangnya, kami memungut sampah-sampah plastik yang kami temui dalam perjalanan kami turun  gunung .

Comments (72) »